Kamis, 14 Juli 2016

Cara menghitung uang pesangon dan penggantian masa kerja


Ketentuan pesangon dapat kita jumpai dalam Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi:
‘ Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (“PHK”), pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”
Besaran uang pesangon dan penggantian hak diatur dalam ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003:

Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagaiberikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.”

Untuk mengetahui rumus perhitungan uang penghargaan masa kerja, kita merujuk pada ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan:

“Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.”

Untuk mengetahui apa saja yang menjadi komponen perhitungan uang penggantian hak, kita merujuk pada ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan:

“Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.”

Contoh : Arya Kamandanu bekerja pada PT Keris Sakti sejak Februari 2000 , pada bulan maret 2010 Arya kamandanu di PHK karena pelanggaran dalam perjanjian kerja bersama (PKB). Upah terakhir arya kamandanu adalah Rp 5.700.000,- cuti tahunan yang belum diambil sebanyak 5 hari, Maka perhitungan uang pesangon dan penggantian hak sebagai berikut :
Berdasarka Pasal 161 undang-undang No 13 tahun 2003 pekerja yang di PHK karena melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, dan pekerja memperoleh memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Perhitungan pesangon dan penggantian hak arya kamadanu Sbb :
Diketahui :
a. Upah Rp. 5.700.000,-
b. Masa kerja 10 tahun
c. Sisa cuti 5 Hari
Perhitungan :
1. Uang pesangon 9 kali upah satu kali ketentuan = (9 x Rp. 5.700.000 x 1 ketentuan) = Rp. 51.300.000,-
2. Uang penghargaan masa kerja 4 kali upa satu kali ketentuan = ( 4 x Rp. 5.700.000 x 1 ketentuan) = Rp 22.800.000
3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan = (15% x (Rp 51.300.000,- + Rp 22.800.000,-)= Rp. 11.115.000,-
4. Cuti tahunan yang belum diambil = (5/21 x Rp 5.700.000,-) = Rp. 1.357.142,-
5. Total Rp. 86.572.142,- sebelum pajak.

Pajak Penghasilan PPH Pasal 21 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 101 /PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP

Pajak Penghasilan PPH Pasal 21.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 101 /PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), Maka Besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut:
a. Rp54.000.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.
b. Rp4.500.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
c. Rp54.000.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.;
d. Rp4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah clan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap Keluarga.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Yaitu 27 Juni 2016. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku..

Berikut disampaikan contoh sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.
Arya kamandanu pegawai pada perusahaan PT Pedang Sakti, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 5.500.000,00. PT Pedang Sakti mengikuti program BPJS, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Pedang Sakti menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Arya Kamandanu membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Pedang Sakti juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Pedang Sakti membayar iuran pensiun untuk Arya Kamandanu ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp200.000,00, sedangkan Arya Kamandanu membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00. Pada bulan Juli 2016 Arya Kamandanu hanya menerima pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut:

Gaji Pokok 5,500,000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 27,500
Premi Jaminan Kematian 16,500
Penghasilan bruto 5,527,500
Pengurangan
1. Biaya jabatan 5 X 5,527,500 = 276,375
2. Iuran Pensiun = 100,000
3. Iuran Jaminan Hari Tua = 110,550
Total pengurangan = 486,925
Penghasilan neto sebulan 5,040,575
Penghasilan neto setahun 5,040,575 X 12 = 60,486,900
PTKP
- untuk WP sendiri = 54,000,000
- tambahan WP kawin = 4,500,000
PTKP 58,500,000
Penghasilan Kena Pajak setahun = 1,986,900
PPh terutang
5% = 99,345
15% = -
25% = -
30% = -
PPh terutang = 99,345

PPh Pasal 21 bulan Juli 99,345 : 12 = 8,279


Catatan:
• Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
• Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP.
• *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.

Selasa, 19 April 2016

OUTSOURCHING

OUTSOURCHING

Disusun oleh : Lin Dali

Outsourcing atau alih daya adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan. Adapun syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain telah diatur dalam peraturan menteri ketenagakerjaan dan transmigrasi no 19 tahun 2012. Outsourching sendiri dapat dikatagorikan menjadi 2 (dua) yaitu :

A. JOB SUPPLY
Job supply adalah Menyerahkan pekerjaan ke perusahaan penerima pekerjaan, pekerjaan yang boleh diserahkan ke perusahaan penerima pekerjaan adalah pekerjaan yang dilakukan secara terpisah dari pekerjaan utama, pemberi pekerjaan dapat memberikan penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan. Pekerjaan yang diserhakan merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan; dan tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang dibuat oleh asosiasi sektor usaha, harus menggambarkan proses pelaksanaan pekerjaan dari awal sampai akhir serta memuat kegiatan utama dan kegiatan penunjang dengan memperhatikan Alur sebagai dasar bagi perusahaan pemberi pekerjaan dalam penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui pemborongan pekerjaan.

Jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan harus dilaporkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/ mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan melalui pemborongan pekerjaan paling lambat 1 (satu) minggu sejak pelaporan dilaksanakan oleh perusahaan pemberi pekerjaan.

Perusahaan pemberi pekerjaan dilarang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan apabila belum memiliki bukti pelaporan. Apabila perusahaan pemberi pekerjaan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan sebelum memiliki bukti pelaporan, maka hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penerima pemborongan beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan.

Perusahaan pemberi pekerjaan harus melaporkan secara tertulis setiap perubahan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan melalui pemborongan pekerjaan, kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan dengan tetap memperhatikan. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan secara tertulis sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Hak dan kewajiban masing-masing pihak;
b. Menjamin terpenuhinya perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja sesuai peraturan perundang-undangan; dan
c. Memiliki tenaga kerja yang mempunyai kompetensi di bidangnya.

Perjanjian pemborongan pekerjaan harus didaftarkan oleh perusahaan penerima pemborongan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan. Pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan dilakukan setelah perjanjian tersebut ditandatangani oleh perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima pemborongan, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum pekerjaan dilaksanakan. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksanakan menerbitkan bukti pendaftaran paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak berkas permohonan pendaftaran perjanjian diterima. Perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi persyaratan:
a. Berbentuk badan hukum;
b. Memiliki tanda daftar perusahaan;
c. Memiliki izin usaha; dan
d. Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.

Setiap perjanjian kerja dalam pemborongan pekerjaan wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perjanjian kerja dalam pemborongan pekerjaan mengatur tentang hubungan kerja antara perusahaan penerima pemborongan dengan pekerja nya yang dibuat secara tertulis. Hubungan kerja antara perusahaan penerima pemborongan dengan pekerja nya didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu. Pelaporan jenis kegiatan dan pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan tidak dikenakan biaya.


B. LABOUR SUPPLY

Labour supply adalah menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi meliputi:
a. cleaning service
b. catering untuk pekerja
c. security/satuan pengamanan
d. usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan
e. usaha penyediaan angkutan bagi pekerja .

Perusahaan penyedia jasa pekerja dilarang menyerahkan pelaksanaan sebagian atau seluruh pekerjaan yang diperjanjikan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja lain. dalam perjanjian penyediaan jasa pekerja sekurang-kurangnya harus memuat:
a. jenis pekerjaan
b. penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja bersedia menerima pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja sebelumnya
c. hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerja yang dipekerjakannya berdasarkan PKWTT/PKWT

Perjanjian penyediaan jasa pekerja antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja harus didaftarkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksanakan. Jika telah memenuhi ketentuan maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksanakan menerbitkan bukti pendaftaran paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak berkas permohonan pendaftaran perjanjian diterima. Jika tidak sesuai dengan ketentuan,maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dapat menolak permohonan pendaftaran dengan memberi alasan penolakan.

Perusahaan penyedia jasa pekerja tidak dapat melakukan operasional pekerjaannya sebelum mendapatkan bukti pendaftaran perjanjian penyediaan jasa pekerja dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksanakan. Dalam hal perjanjian penyediaan jasa pekerja tidak didaftarkan tetapi perusahaan penyedia jasa pekerja tetap melaksanakan pekerjaan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi mencabut izin operasional berdasarkan rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.

Dalam hal izin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja dicabut, pemenuhan hak-hak pekerja tetap menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja yang bersangkutan. Perusahaan penyedia jasa pekerja harus memenuhi persyaratan:

a. berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
b. memiliki tanda daftar perusahaan;
c. memiliki izin usaha;
d. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan;
e. memiliki izin operasional;
f. mempunyai kantor dan alamat tetap; dan
g. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan.

Izin operasional diajukan permohonannya oleh perusahaan penyedia jasa pekerja kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi tempat pelaksanaan pekerjaan, dengan melampirkan:
a. copy anggaran dasar yang didalamnya memuat kegiatan usaha penyediaan jasa pekerja ;
b. copy pengesahan sebagai badan hukum Perseroan Terbatas (PT);
c. copy surat ijin usaha penyediaan jasa pekerja ;
d. copy tanda daftar perusahaan;
e. copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan;
f. copy pernyataan kepemilikan kantor atau bukti penyewaan kantor yang ditandatangani oleh pimpinan perusahaan; dan
g. copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan.

Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi menerbitkan izin operasional terhadap permohonan yang telah memenuhi persyaratan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima. Izin operasional berlaku di seluruh kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Izin operasional berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. dan hasil evaluasi kinerja perusahaan yang dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja perusahaan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi menyetujui atau menolak.

Setiap perusahaan penyedia jasa pekerja wajib membuat :
a. Perjanjian kerja secara tertulis dengan pekerja dan dicatatkan pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenaga kerjaan.
b. Jika tidak dicatatkan dapat dicabut ijin operasional oleh instansi ketenagakerjaan tingkat propinsi atas rekomendasi dari tingkat kabupaten/kota.Setiap perjanjian kerja penyediaan jasa pekerja wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
c. Hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerja dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.

Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu tidak memuat ketentuan hak-hak pekerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerja berubah menjadi hubungan kerja yang didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu sejak ditandatanganinya perjanjian kerja yang tidak memenuhi persyaratan. Dalam hal perusahaan pemberi pekerjaan tidak melanjutkan perjanjian penyediaan jasa pekerja dan mengalihkan pekerjaan penyediaan jasa pekerja kepada perusahaan penyedia jasa pekerja yang baru, maka perusahaan penyedia jasa pekerja yang baru, harus melanjutkan perjanjian kerja yang telah ada sebelumnya tanpa mengurangi ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja yang telah disepakati.

Dalam hal terjadi pengalihan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja yang baru , maka masa kerja yang telah dilalui para pekerja pada perusahaan penyedia jasa pekerja yang lama harus tetap dianggap ada dan diperhitungkan oleh perusahaan penyedia jasa pekerja yang baru.


Keuntungan perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing

Perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing akan mendapatkan manfaat sebagai berikut:
1. Perusahaan bisa lebih fokus mengurusi bisnis intinya daripada menghabiskan energi, waktu, dan biaya untuk hal-hal yang bersifat teknis.
2. Bisa menghemat anggaran untuk biaya pelatihan karyawan
3. Dengan penyerahan pengelolaan tenaga kerja ke perusahaan Outsourcing, maka perusahaan tidak perlu lagi mengurusi Perekrutan, Pelatihan, Administrasi tenaga kerja dan Penggajian dan lain – lainnya disetiap bulannya.
4. Perusahaan bisa mendapatkan pekerja yang benar-benar kompeten di bidangnya.
5. Lebih mudah membuat proyeksi anggaran dan tingkat kualitas hasil pekerjaan karena bisa mengubah biaya variabel menjadi biaya tetap.
6. Perusahaan tidak lagi direpotkan dengan urusan Pesangon, THR, PHK dan masalah lainnya sehubungan dengan pemutusan tenaga kerja karena hal ini telah dikelola oleh Perusahaan Outsourcing.
7. Pekerja dari perusahaan outsourcing biasanya lebih berkualitas dari pada pekerja sendiri. Perusahaan outsourcing secara terus menerus memaksimalkan kualitas pekerja yang disewakannya untuk memenuhi kebutuhan perusahaan pelanggan.
8. Perusahaan tidak perlu melakukan alih teknologi dan pengetahuan yang butuh dana dan waktu.
9. Lebih fleksible untuk melakukan atau tidak melakukan investasi.
10. Meminimalkan risiko kegagalan investasi yang mahal.
11. Perusahaan bisa membagi resiko pekerjaan (dimana resiko bidang pekerjaan ditangani oleh perusahaan outsourcing dan resiko dibidang lain ditangani perusahaan itu sendiri).

Outsourcing dan pekerja
Bagi perusahaan, sistem outsourcing ini bisa dibilang sangat menguntungkan, karena bisa dilakukan dengan cepat dan anggaran yang jelas. Sementara bagi pekerja yang menjadi bagian dari perusahaan outsourcing-nya sendiri, agak kurang adil. Karena mereka bekerja berdasarkan kontrak. Ketika kontrak habis dan perusahaan tidak memperpanjang kontraknya maka pekerja tersebut tidak akan memiliki posisi tawar yang cukup untuk menuntut apapun. Karena semua sudah diatur di dalam kontrak perekrutan tenaga kerja di awal. Artinya, tidak ada atau tipis sekali kemungkinan bagi pekerja untuk memiliki jenjang karir. Itulah yang menjadi salah satu penyebab mengapa sistem ini ditentang oleh pekerja.

Namun tidak semua posisi outsourcing menguntungkan untuk perusahaan . Posisi karyawan tetap atau outsourcing masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu perusahaan harus dapat memahami resiko dan pengaruh dari outsourcing untuk masa depan dari perusahaan. Maka sebelum memutuskan haruslah menganalisa setiap kemungkinan dari outsourcing dengan hati- hati baik dari segi keuntungan, kerugian, kemungkinan resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan. Keputusan outsourcing harusnya berdampak positif dan dalam jangka panjang untuk kepentingan keuangan dan juga kualitas kinerja perusahaan

Kamis, 14 April 2016

MOGOK KERJA



Disusun Oleh : Lin Dali


Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.

Mogok kerja merupakan hak dasar pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Gagalnya perundingan yang dimaksud adalah tidak tercapainya kesepakatan.penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh telah meminta secara tertulis kepada pengusaha 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari kerja atau perundingan-perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu yang dinyatakan oleh para pihak dalam risalah perundingan

Mogok kerja tidak sah apabila dilakukan :
a. bukan akibat gagalnya perundingan
b. tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
c. dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau
d. isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan d Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Yaitu
Pemberitahuan sekurang-kurangnya memuat:
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b. tempat mogok kerja;
c. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.

Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mogok kerja yang tidak sah. Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah dikualifikasikan sebagai mangkir.

Pekerja/buruh yang melakukan mogok tidak memenuhi panggilan untuk kembali bekerja sebanyak 2 (dua) kali berturut turut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari maka dianggap mengudurkan diri

Jika mogok kerja tersebut telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka mogok kerja tersebut adalah mogok kerja yang sah. Maka berdasarkan Pasal 144 UU No. 13 tahun 2003, pengusaha dilarang:
a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.

PPHI (Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)


PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Disusun oleh : Lin Dali


bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. didalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah.

Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.


Jenis Perselisihan Hubungan Industrial meliputi :

1. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

2. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

4. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.


TATA CARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

A. Penyelesaian Melalui Bipartit

Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.

Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartite telah dilakukan. Apabila bukti-bukti tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas. Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.

Setiap perundingan harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan sekurang-kurangnya memuat :
a. nama lengkap dan alamat para pihak.
b. tanggal dan tempat perundingan.
c. pokok masalah atau alasan perselisihan.
d. pendapat para pihak.
e. kesimpulan atau hasil perundingan; dan
f. tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.

Dalam hal musyawarah dapat mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian Bersama mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian Bersama wajib didaftarkan oleh para pihak yang melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.

Apabila Perjanjian Bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi. untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.


B. Penyelesaian Melalui Mediasi

Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.

Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka:
1. mediator mengeluarkan anjuran tertulis.
2. anjuran tertulis selambat lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak.
3. para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis.
4. pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis.
5. dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan dilakukan sebagai berikut :
a. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.
b. apabila Perjanjian Bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi.
c. dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.

Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Penyelesaian perselisihan dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.

Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan


C. Penyelesaian Melalui Konsiliasi

Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh.

Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi, maka :
a. konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis.
b. anjuran tertulis selambat lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak.
c. para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis.
d. pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis.
e. dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dilakukan sebagai berikut :
1. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.
2. apabila Perjanjian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama di daftar untuk mendapat penetapan eksekusi.
3. dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.

Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Penyelesaian perselisihan dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak.

Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan.


D. Penyelesaian Melalui Arbitrase

Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Penyelesaian melalui arbitrase dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih. Kesepakatan para pihak yang berselisih dinyatakan secara tertulis dalam surat perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 (tiga) dan masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama. Surat perjanjian arbitrase sekurangkurangnya memuat :
a. nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih.
b. pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbitrase untuk diselesaikan dan diambil putusan.
c. jumlah arbiter yang disepakati.
d. pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase.
e. tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang berselisih.

Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter.

Pemeriksaan atas perselisihan harus dimulai dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah penanda- tanganan surat perjanjian penunjukan arbiter. Atas kesepakatan para pihak, arbiter berwenang untuk memperpanjang jangka waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial 1 (satu) kali perpanjangan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.


E. PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan member putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :
a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak.
b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan.
c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja.
d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

.

Rabu, 13 April 2016

IR OPINION


Disusun Oleh : Lin Dali

Bagi seorang yang bekerja sebagai PIC HR/IR atau bagi mereka yang bekerja berhubungan dengan ketenagakerjaan khususnya bagi yang biasa menangani persolanan perselisihan hubungan industrial atau perbedaan pendapat dalam menafsirkan suatu perkara hubungan industrial di tempat kerja, membuat IR Opinion adalah suatu hal yang mutlak karena dengan IR opinion kita dapat menganalisis suatu perkara yang diperselisihkan dengan cepat dalam hal waktu dan biaya tentunya. dengan adanya IR opinion penyelesaian perselisihan hubungan industrial tidak terlalu mengembang keluar dari koridor hukum yang ada.
Tujuan utama dibuatnya IR Opinion adalah untuk memberikan suatu pandangan akan sebuah isu yang didasarkan pada teori dan aturan hukum yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar pengambilan keputusan atau tindakan atas suatu persoalan hubungan industrial dapat dilakukan secara tepat karena didasarkan pada pendapat hukum dan/atau panduan best practice , yang dibuat berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dan dengan mempertimbangkan kepentingan operasional perusahaan serta pekerja. para pihak yang berselisih atau yang berbeda pendapat dalam menafsirkan suatu isu menjadi mengerti dan tahu bentuk penyelesaian atau tindakan apa yang paling tepat terhadap isu yang dihadapinya tersebut.

Oleh karena tujuan akhirnya tersebut maka perlu diperhatikan aspek atau sisi para pihak yang sedang berselisih. Artinya IR Opinion dibuat sebaik-baiknya agar dapat dimengerti dengan mudah oleh para pihak yang sedang berselisih. Selain itu perlu juga diperhatikan bahwa dalam membuat IR Opinion harus benar-benar mengerti dan memahami setiap peristiwa dan data yang berhubungan dengan isu yang sedang diperselisihkan dan haruslah mengerti dan memahami teori dan aturan hukum yang berkenaan dengan isu yang dibahas.

Prinsip prinsip dalam membuat IR Opinion

1. Dibuat dengan mendasarkan pada hukum ketenagakerjaan Indonesia
2. Lugas, jelas dan tegas dengan tata bahasa yang benar dan sistematis.
3. Tidak memberikan jaminan terjadinya suatu keadaan.
4. Harus jujur dan lengkap.
5. Tidak mengikat bagi pembuatnya dan bagi pihak yang terkait 1


IR Opinion tidak memiliki format yang baku. Isi yang terkandung dalam IR Opinion itu sendiri jauh lebih penting daripada formatnya. Namun bukan berarti IR Opinion dapat dibuat secara asal-asalan. Secara sederhana dalam membuat IR opinion setidaknya terdapat tiga bagian inti.

1. Bagian pertama adalah pendahuluan. Bagian ini berisi Kronologis peristiwa / Kondisi di lapangan Yaitu urutan atau kronologis peristiwa secara rinci dan runut, termasuk namun tidak terbatas pada tanggal-tanggal (bahkan jam bila diketahui), dokumen-dokumen dan pihak-pihak yang terlibat
2. Bagian kedua yaitu isi. Bagian ini berisi analisa Hukum Cantumkan ketentuan-ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berkaitan dengan kasus dimaksud dan analisa pasal-pasal yang terkait langsung dengan kasus dimaksud.

3. Bagian ketiga yaitu bagian kesimpulan/rekomendasi. Bagian ini berisi pendapat atau pandangan hukum sebagai jawaban atas isu atau permasalahan yang sedang dihadap . Pada bagian ini juga harus disertai dengan saran tentang bagaimana penyelesaian terbaik dari isu yang sedang dihadapi. apabila terdapat lebih dari 1 (satu) alternatif penyelesaian masalah, beserta dengan urutan prioritas pemilihan alternatif penyelesaian tersebut



Hal –hal yang perlu diperhatikan dalam membuat IR Opinion
1. data dan fakta di lapangan, yang dianalisa dengan peraturan hukum yang berlaku
2. kepentingan operasional usaha dari perusahaan itu sendiri, agar dapat diimplementasikan
3. cantumkan alternatif solusi terhadap permasalahan

Konsep pembuatan IR Opinion dengan Formula IRFAC

Issue : Permasalan appa sebenarnya yang secara khusus diperdebatkan para pihak terkait
dengan atau diaturan perusahaan oleh suatu aturan hukum tertentu.

Rule : Ketentuan hukum apakah yang mengatur isu tersebut? di sini memiliki dua bagian penting. yang harus selalu dapat menunjukkan “apa bunyi aturan hukum” yang relevan tersebut dan “darimana sumber aturan hukum tersebut”.

Facts : Fakta-fakta hukum apa yang relevan dengan aturan hukum yang sedang di perdebatkan Untuk tujuan analisis hukum, fakta-fakta hukum materiel perlu digali dan terus digali. Fakta hukum materiel adalah fakta-fakta hukum yang memenuhi unsur-unsur ada dalam suatu aturan perundangundangan

Analysis :Menerapkan aturan hukum terhadap fakta-fakta hukum apakah fakta-fakta materiel yang ditemukan berkesesuaian dengan aturan perundang-undangan yang berlaku

Conclusion : Hasil/kesimpulan Setelah menerapkan aturan hukum terhadap fakta-fakta hukum, Kita dapat melihat bahwa keseluruhan “unsur” dalam peraturan perundang-undangan telah terpenuhi, sehingga kita sampai pada kesimpulan dan memberikan saran dalam penyelesaian permasalahan yang sedang di hadapi.


SERIKAT PEKERJA

SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Disusun oleh : Lin Dali

Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan. Serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/serikat yang tidak bekerja di perusahaan.

Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.

Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) serikat pekerja/serikat buruh.

Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) federasi serikat pekerja/serikat buruh

Perjenjangan organisasi serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran rumah tangganya. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun.

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh. Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga anggaran dasar yang sekurang-kurangnya harus memuat :
a. nama dan lambang;
b. dasar negara, asas, dan tujuan;
c. tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e. keanggotaan dan kepengurusan;
f. sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.


ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN

Asas Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sifat Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

a. Bebas ialah bahwa sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak di bawah pengaruh atau tekanan dari pihak lain.

b. Terbuka ialah bahwa serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dalam menerima anggota dan/atau memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh tidak membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.

c. Mandiri ialah bahwa dalam mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan organisasi ditentukan oleh kekuasaan sendiri tidak dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi.

d. Demokratis ialah bahwa dalam pembentukan organisasi, pemilihan pengurus, memperjuangkan dan melaksanakan hak dan kewajibannya organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip demokrasi.

e. Bertanggung jawab ialah bahwa dalam mencapai tujuan dan melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertanggung jawab kepada anggota, masyarakat, dan negara.


Tujuan Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/serikat dan keluarganya.

Untuk mencapai tujuan serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi :
a. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;
b. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
c. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;
e. Sebagai perencana, pelaksana, dan penanggungjawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.





KEANGGOTAAN

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku agama, dan jenis kelamin. Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat pekerja/buruh diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.

Seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh di satu perusahaan. Dalam hal seorang pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.

Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu di dalam satu perusahaan dan jabatan itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh, tidak boleh menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan yang bersangkutan.

Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu federasi serikat pekerja/serikat buruh. Setiap federasi serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

Pekerja/buruh dapat berhenti sebagai anggota serikat pekerja/serikat buruh dengan pernyataan tertulis. Pekerja/buruh dapat diberhentikan dari serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan. Pekerja/buruh, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota serikat pekerja/serikat buruh yang berhenti atau diberhentikan tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang belum dipenuhinya terhadap serikat pekerja/serikat buruh.


PEMBERITAHUAN DAN PENCATATAN

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat. dengan dilampiri :
a. daftar nama anggota pembentuk;
b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. susunan dan nama pengurus.

Nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang akan diberitahukan tidak boleh sama dengan nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat terlebih dahulu.


HAK DAN KEWAJIBAN

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :
a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;
e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat berafiliasi dan/atau bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh internasional dan/atau organisasi internasional lainnya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban :
a. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya;
b. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;
c. Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.


PERLINDUNGAN HAK BERORGANISASI

Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara :
a. Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara,
b. Menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
c. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
d. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
e. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

Pengusaha harus memberi kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat ekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama. Yang dimaksud dengan pemberian kesempatan adalah membebaskan pengurus dan anggota serikat pekerja/serikat buruh dalam beberapa waktu tertentu dari tugas pokoknya sebagai pekerja/buruh, sehingga dapat melaksanakan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh. Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama harus diatur mengenai :
a. Jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
b. Tata cara pemberian kesempatan;
c. Pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat


KEUANGAN DAN HARTA KEKAYAAN

Keuangan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bersumber dari :
a. Iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran dasar atau anggaran rumah tangga;
b. Hasil usaha yang sah; dan
c. Bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.

Dalam hal bantuan pihak lain berasal dari luar negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bantuan sebagaimana dimaksud digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anggota.

Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh. Pengurus wajib memuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta melaporkan secara berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Jumat, 08 April 2016

PKWT PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU


Disusun oleh : Lin Dali

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.


PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG SEKALI SELESAI ATAU SEMENTARA SIFATNYA YANG PENYELESAIANNYA PALING LAMA 3 (TIGA) TAHUN

PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. untuk paling lama 3 (tiga) tahun. ) Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saaat selesainya pekerjaan.

PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai. PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, maka dapat dilakukan pembaharuan PKWT. Pembaharuan dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.


PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERSIFAT MUSIMAN

Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca. PKWT yang dilakukan hanya dapat dilakukan untuk satu jenis
pekerjaan pada musim tertentu. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman..PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan tambahan. Pengusaha yang mempekerjaan pekerja/buruh berdasarkan PKWT sebagaimana dimaksud membuat daftar nama pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. PKWT tidak dapat dilakukan pembaharuan.


PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUK BARU

PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. PKWT dimaksud hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun dan tidak dapat dilakukan pembaharuan. PKWT sebagaimana dimaksud hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.


PENCATATAN PKWT

PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan.
.

Rabu, 06 April 2016

TATA CARA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

TATA CARA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA.

Disusun oleh : Lin Dali

Perjanjian Kerja Bersama yang selanjutnya disingkat PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja (SP)/Serikat Buruh (SB) atau beberapa SP/SB yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Tata cara pembuatan dan pendaftaran PKB diatur dalam PERMENAKERTRANS No. 28 tahun 2014.

PKB dirundingkan oleh SP/SB atau beberapa SP/SB yang telah tercatat pada instansi yang penyelenggarakan urusan di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha. Perundingan PKB harus didasari itikad baik dan kemauan bebas kedua belah pihak. Perundingan PKB dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. Lamanya perundingan PKB ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak dan dituangkan dalam tata tertib perundingan.

Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan baik PKWT maupun PKWTT. Dalam hal perusahaan yang bersangkutan memiliki cabang/unit kerja/perwakilan, maka dapat dibuat PKB induk yang berlaku di semua cabang/unit kerja/perwakilan perusahaan serta dapat dibuat PKB turunan yang berlaku di masing-masing cabang/unit kerja/perwakilan perusahaan. PKB induk memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di seluruh cabang/unit kerja/perwakilan perusahaan dan PKB turunan memuat pelaksanaan PKB induk yang disesuaikan dengan kondisi cabang/unit kerja/perwakilan perusahaan masing-masing.

Dalam hal PKB induk telah berlaku di perusahaan namun dikehendaki adanya PKB turunan di cabang/unit kerja/perwakilan perusahaan, maka selama PKB turunan belum disepakati, tetap berlaku PKB induk.

Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam 1 (satu) grup dan masing-masing perusahaan merupakan badan hukum sendiri-sendiri, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh masing-masing pengusaha dan SP/SB masing-masing perusahaan. Dalam hal 1 (satu) perusahaan memiliki 1 (satu) SP/SB, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh perusahaan dan SP/SB tersebut. Dalam hal beberapa perusahaan memiliki 1 (satu) SP/SB, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh beberapa perusahaan dengan 1 (satu) SP/SB tersebut. Dalam hal beberapa perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) SP/SB, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh beberapa perusahaan dengan beberapa SP/SB tersebut.

Pengusaha harus melayani SP/SB yang mengajukan permintaan secara tertulis untuk merundingkan PKB dengan ketentuan apabila SP/SB telah tercatat berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang SP/SB; dan memenuhi persyaratan pembuatan PKB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Yaitu

a. Jika dalam perusahaan terdapat 1 (satu) SP/SB dengan jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka SP/SB dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha.

b. Jika di perusahaan terdapat 1 (satu) SP/SB, tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka SP/SB dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila SP/SB yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. Pemungutan suara diselenggarakan oleh panitia yang terdiri dari pengurus SP/SB dan wakil-wakil dari pekerja/buruh yang bukan anggota SP/SB. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pembentukannya, panitia mengumumkan hasil pemungutan suara. Pemungutan suara dapat dilakukan paling cepat 7 (tujuh) hari setelah pemberitahuan pemungutan suara oleh panitia. Panitia memberitahukan tanggal pelaksanaan pemungutan suara kepada pejabat dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan pengusaha, untuk menyaksikan pelaksanaan pemungutan suara. Panitia harus memberi kesempatan kepada SP/SB untuk menjelaskan program kerjanya kepada pekerja/buruh di perusahaan untuk mendapatkan dukungan dalam pembuatan PKB. Penjelasan program kerja dilakukan di luar jam kerja pada tempat-tempat yang disepakati oleh panitia pemungutan suara dan pengusaha. Tempat dan waktu pemungutan suara ditetapkan oleh panitia dengan mempertimbangkan jadwal kerja pekerja/buruh agar tidak mengganggu proses produksi. Penghitungan suara disaksikan oleh perwakilan dari pengusaha.

c. Jika di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) SP/SB, maka SP/SB yang berhak mewakili pekerja/buruh dalam melakukan perundingan dengan pengusaha adalah maksimal 3 (tiga) SP/SB yang masing-masing anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan. Jumlah 3 (tiga) SP/SB ditentukan sesuai peringkat berdasarkan jumlah anggota yang terbanyak. Setelah ditetapkan 3 (tiga) SP/SB dan ternyata masih terdapat SP/SB yang anggotanya masing-masing minimal 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, maka SP/SB tersebut dapat bergabung pada SP/SB

Dalam hal SP/SB mengajukan permintaan berunding dengan pengusaha, maka pengusaha dapat meminta verifikasi keanggotaan SP/SB. Dalam hal penentuan SP/SB dilakukan melalui verifikasi keanggotaan SP/SB, maka verifikasi dilakukan oleh panitia yang terdiri dari wakil pengurus SP/SB yang ada di perusahaan dengan disaksikan oleh wakil instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan pengusaha.

Verifikasi keanggotaan SP/SB dilakukan berdasarkan bukti kartu tanda anggota sesuai Pasal 121 UU Nomor 13 Tahun 2003 dan apabila terdapat kartu tanda anggota lebih dari 1 (satu), maka kartu tanda anggota yang sah adalah kartu tanda anggota yang terakhir. Hasil pelaksanaan verifikasi dituangkan dalam bentuk berita acara yang ditandatangani oleh panitia dan saksi-saksi yang hasilnya mengikat bagi SP/SB di perusahaan. Pelaksanaan verifikasi dilakukan di tempat-tempat kerja yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu proses produksi dalam waktu 1 (satu) hari kerja yang disepakati SP/SB. Pengusaha maupun SP/SB dilarang melakukan tindakan yang mempengaruhi pelaksanaan verifikasi. Jangka waktu verifikasi keanggotaan SP/SB paling lama dilaksanakan 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permintaan verifikasi dari pengusaha. Verifikasi keanggotaan SP/SB dilakukan berdasarkan bukti kartu tanda anggota atau pernyataan secara tertulis dari pekerja/buruh di perusahaan yang tidak memiliki kartu tanda anggota, dan bukti sebagai karyawan di perusahaan tersebut.

Perundingan pembuatan PKB dimulai dengan menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya memuat:
a. tujuan pembuatan tata tertib;
b. susunan tim perunding;
c. lamanya masa perundingan;
d. materi perundingan;
e. tempat perundingan;
f. tata cara perundingan;
g. cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
h. sahnya perundingan; dan
i. biaya perundingan.


Dalam menentukan tim perunding pembuatan PKB pihak pengusaha dan pihak SP/SB menunjuk tim perunding sesuai kebutuhan dengan ketentuan masing-masing paling banyak 9 (sembilan) orang dengan kuasa penuh. Anggota tim perunding pembuatan PKB yang mewakili SP/SB harus pekerja/buruh yang masih terikat dalam hubungan kerja di perusahaan tersebut. Jika diperusahaan lebih dari satu SP/SB maka anggota tim perunding pembuatan PKB yang mewakili SP/SB ditunjuk secara proporsional berdasarkan jumlah keanggotaan masing SP/SB.

Tempat perundingan pembuatan PKB dilakukan di kantor perusahaan yang bersangkutan atau kantor SP/SB atau di tempat lain sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Biaya perundingan pembuatan PKB menjadi beban pengusaha, kecuali disepakati lain oleh kedua belah pihak.

PKB sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama, tempat kedudukan serta alamat SP/SB;
b. nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan;
c. nomor serta tanggal pencatatan SP/SB pada SKPD
d. bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;
e. hak dan kewajiban pengusaha;
f. hak dan kewajiban SP/SB serta pekerja/buruh;
g. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB; dan
h. tanda tangan para pihak pembuat PKB.


Dalam hal perundingan pembuatan PKB tidak selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib, maka kedua belah pihak dapat menjadwal kembali perundingan dengan waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah perundingan gagal. Dalam hal perundingan pembuatan PKB masih belum selesai dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib dan penjadwalan, para pihak harus membuat pernyataan secara tertulis bahwa perundingan tidak dapat diselesaikan pada waktunya, yang memuat:
a. materi PKB yang belum dicapai kesepakatan;
b. pendirian para pihak;
c. risalah perundingan; dan
d. tempat, tanggal, dan tanda tangan para pihak.

Dalam hal SP/SB dan pengusaha akan melakukan perubahan PKB yang sedang berlaku, maka perubahan tersebut harus berdasarkan kesepakatan. Perubahan PKB merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PKB yang sedang berlaku.

PKB ditandatangani oleh direksi atau pimpinan perusahaan, ketua dan sekretaris SP/SB di perusahaan. Dalam hal PKB ditandatangani oleh wakil direksi atau wakil pimpinan perusahaan, harus melampirkan surat kuasa khusus.

Masa berlaku PKB paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak ditandatangani atau diatur lain dalam PKB. Dalam hal perundingan PKB belum mencapai kesepakatan, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari masa berlaku PKB berakhir, dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 1 (satu) tahun dengan kesepakatan para pihak. Dalam hal perundingan PKB tidak mencapai kesepakatan dan masa berlaku perpanjangan PKB telah habis, maka PKB yang berlaku adalah PKB sebelumnya, sampai PKB yang baru disepakati.

Pengusaha mendaftarkan PKB kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Pendaftaran PKB melampirkan naskah PKB yang telah ditandatangani oleh pengusaha dan
SP/SB diatas meterai cukup.

Pendaftaran PKB

a. Apabila lingkup berlakunya PKB hanya mencakup satu kabupaten/kota; Maka PKB dicatatkan pada SKPD bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota,
b. Apabila lingkup berlakunya PKB lebih dari satu kabupaten/kota di satu provinsi, maka PKB di catatkan pada SKPD bidang ketenagakerjaan provinsi.
c. apabila lingkup berlakunya PKB meliputi lebih dari satu provinsi. Maka PKB dicatatkan pada Direktorat Jenderal kementerian ketanagakerjaan

Contoh IR Opinion

IR Opinion
Hak dan Kewajiban Peserta Pemagangan
Penulis : Dewa P Christian ( IR Officer Pako Group)

A. Issue
1. Apakah peserta magang boleh mengerjakan pekerjaan utama perusahaan?
2. Apa resiko magang bila tidak diperjanjikan sebelumnya?
3. Apakah boleh peserta magang tidak diturutsertakan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja BPJS Ketenagakerjaan?

B. Rules
1. Undang – Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan; dan
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Penyelengaraan Pemagangan Dalam Negeri.

C. Analysis
1. Esensi pemagangan adalah belajar bekerja, sehingga secara umum apabila peserta magang diperintahkan untuk bekerja layaknya pekerja di suatu perusahaan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa sesuai bisnis inti perusahaan sangat tidak tepat. Pada dasarnya pemagangan adalah pelatihan, namun diselenggarakan di tempat kerja sehingga di sebut magang. Pemerintah mengatur pemagangan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Pemagangan Dalam Negeri. Menurut ketentuan tersebut Pasal 1 angka 1,

“Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.”

Lebih lanjut apakah peserta magang boleh mengerjakan pekerjaan utama perusahaan? Magang secara definisi bukan berarti bekerja, namun merujuk pada Pasal 1 angka 1 tersebut diatas magang merupakan “pelatihan dengan bekerja secara langsung”. Menurut definisi ini artinya peserta magang “dalam rangka belajar” boleh mengerjakan pekerjaan utama di suatu perusahaan. Pembatasan dalam hal ini juga dikuatkan oleh Pasal 6,

“Penyelenggara pemagangan harus memiliki: a. program pemagangan; b. sarana dan prasarana; c. tenaga pelatihan dan pembimbing pemagangan; dan d. pendanaan.”

Program pemagangan diatas menurut Pasal 7 ayat (2),

“Program Pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: a. nama program; b. tujuan program; c. jenjang kualifikasi tertentu dan/atau kompetensi yang akan dicapai dalam jabatan tertentu; d. uraian pekerjaan atau unit kompetensi yang akan dipelajari; e. jangka waktu pemagangan; f. kurikulum dan silabus; dan g. sertifikasi.”

Artinya “magang tidak serta merta langsung bekerja” tetapi harus ada kurikulum yang jelas, jangka waktu pemagangan (paling lama satu tahun), pelatih/pengajar/pendamping dan sertifikasi setelah mengikuti magang. Magang artinya tidak 100% bekerja, Pasal 19 ayat (2) menjelaskan bahwa,

“Teori, simulasi, dan praktik di unit pelatihan/LPK dilaksanakan paling banyak 25% dari komposisi program pemagangan, sedangkan praktik kerja secara langsung di perusahaan dilaksanakan paling sedikit 75% dari komposisi program pemagangan.”

2. Perjanjian magang berguna untuk mengatur hak dan kewajiban antara peserta magang dengan perusahaan. Resiko magang bila tidak diperjanjikan sebelumnya maka peserta magang demi hukum beralih menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan, seperti pada yang di jelaskan Pasal 22 ayat (3) UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

“Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.”

3. Dalam kegiatan magang di lokasi kerja tentunya banyak sekali resiko dalam bekerja, misalnya kecelakaan kerja hingga kematian. Lalu apakah peserta magang perlu didaftarkan ke BPJS Ktenagakerjaan? Menurut Pasal 8 ayat (2) UU 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek,

“Termasuk tenaga kerja dalam Jaminan Kecelakaan Kerja ialah: a. magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun tidak.”

Sesuai dengan ketentuan jamsostek tersebut maka peserta magang diwajibkan untuk didaftarkan pada kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

D. Conclusion
1. Kembali ke awal permasalahan, magang adalah “pelatihan dengan bekerja secara langsung”, peserta magang diberikan hak dan kewajiban sebagaimana di atur dalam Perjanjian Magang. Perusahaan dan Lembaga Pelatihan Kerja terkait harus mendampingi peserta magang dari awal hingga akhir, untuk selanjutnya peserta magang diberikan sertifikat sebagai pengakuan kompetensi. Perusahaan yang melakukan perintah di luar kewajiban peserta magang sebagaimana diatur dalam Perjanjian Magang, demi hukum peserta magang menjadi pekerja perusahaan yang bersangkutan.
2. Mengenai hal-hal yang didapat oleh peserta magang dalam suatu perusahaan, yaitu:
a. Pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi (Pasal 23 UU Ketenagakerjaan);
b. Uang saku dan/atau uang transport (Penjelasan Pasal 22 UU Ketenagakerjaan);
c. Jaminan sosial tenaga kerja (Penjelasan Pasal 22 UU Ketenagakerjaan). Mengenai hal ini, khusus untuk tenaga kerja yang magang, berdasarkan Pasal 8 ayat (2) huruf a UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja hanya diwajibkan ikut Jamsostek untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) saja. Artinya, tidak wajib ikut program jaminan kematian (JK) dan jaminan hari tua (JHT) serta jaminan pelayanan kesehatan (JPK).

Selasa, 05 April 2016

Lembaga Kerja Sama BIPARTIT

Disusun oleh : Lin Dali

LlKS Bipartit adalah suatu lembaga yang berada ditingkat perusahaan sebagai wadah komunikasi, konsultasi dan musyawarah antara manajemen dan Pekerja untuk menjalin hubungan yang baik untuk memecahkan masalah-masalah ketenagakerjaan melalui proses yang adil. Komunikasi yang efektif dapat menciptakan atmosfir kepercayaan mempromosikan partisipasi dan mendorong consesnsu pada tingkat pengambilannnn keputusan di perusahaan. Hal ini dapat menghasilkan produktivitas diperusahaan dan adaptasi pendekatan-pendekatan baru untuk menlindungi Pekerja dan menghargai kontribusi mereka.
Lembaga kerjasama bipartit ini merupakan lembaga yang berwenang untuk mengkordinir lembaga lembaga yang ada di perusahaan. Diharapkan dengan terbentuknya LKS bipartit tidak ada lagi aspirasi maupun keluh kesah yang terjadi diluar LKS bipartit. Lembaga kerjasama bipartit bertujuan untuk mengembangkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan di perusahaan.
Pekerja dan pengusaha menempati kedudukan yang cukup penting dalam menentukan dan pemeliharaan stabilitas di perusahaan. Oleh karena itu hubungan antara pekerja dan pengusaha di perusahaan tidak dapat dibiarkan berkembang sendiri-sendiri menurut pola pemikiran dan kekuatan masing-masing. Dengan demikian lembaga kerjasama bipartit sebagai sarana dalam menjaga hubungan industrial yang harmonis dan dinamis di perusahaan. Karena hubungan industrial yang harmonis dan di perusahaan sangat menentukan kelangsungan dan perkembangan perusahaan untuk memewujudkan ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha.


Dalam menjaga hubungan industrial di perusahaan merupakan tanggungjawan bersama antara perusahaan, Pekerja dan serikat Pekerja, guna meningkatkan produksi dan produktivitas kerja, peningkatan pendapatan/kesejahteraan pekerja. Untuk mencapai tujuan tersebut ,maka harus membangun dan membentuk lembaga kerjasama bipartit yang mekanismenya sudah diatur oleh peraturan menteri ketenagakerjaan dan transmigrasi No: PER.32/MEN/XII/2008.

A. FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT
a. Menciptakan komunikasi langsung antara pengusaha dan wakil pekerja, berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan saling pengetian antara pekerja dan pengusaha dalam hal perkembangan perusahaan, peningkatan produksi, produktivitas dan kesejahteraan pekerja. Pekerja dapat diikutsertakan merumuskan kebijakan dan menyelesaikan masalah perusahaan.


b. Pemenuhan tuntutan pekerja tidak selalu menjadi beban bagi perusahaan bahkan dapat bermanfaat bagi perusahaan. Untuk itu pengusaha harus terbuka mendengar tuntutan pekerja. Mungkin pekerja hanya sekedar mengingatkan pengusaha tentang tanggung jawab atau komitmen yang sudah disepakati belum direalisasikan. Dan pengusaha harus menjelaskan sebab kenapa tidak dipenuhi dan kapan tuntutan pekerja dipenuhi.

c. Lembaga kerjasama bipartit mengadakan pertemuan secara periodic membicarakan keluhan pekerja. Pengusaha melalui LKS bipartit perlu segera menanggapi dan memecahkan setiap keluhan pekerja. Keterbukaan pengusaha memberikan tanggapan terhadap keluhan pekerja dapat menumbuhkan rasa memiliki dan dedikasi yang tinggi dikalangan pekerja.

d. Lembaga Kerjasama bipartit berfungsi menampung masalah-masalah teknis diunit kerja yang bersangkutan untuk diselesaikan.
e. Melalui LKS bipartit pekerja dapat menyampaikan keinginan, usul maupun saran berharga untuk kemajuan perusahaan. Pun sebaliknya pengusaha dapat memperoleh informasi tentang situasi dan kondisi yang terjadi dikalangan pekerja sehingga dapat melakukan tindakan antisipasi sedini mungkin. Lembaga kerjasama Bipartit


B. TUGAS POKOK TIM LKS BIPARTIT
1. Melakukan pertemuan secara periodik atau sewaktu-waktu bila diperlukan
2. Mengkomunikasikan kebijakan perusahaandan atau aspirasi karyawan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan dan kelangsungan usaha.
3. Melakukan identifikasi dan membahas permasalahan hubungan industrial di perusahaan
4. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada perusahaan dalam penetapan kebijakan perusahaan, termasuk perbaikan pengelolaan sumber daya manusia
5. Menyampaikan saran dan pendapat kepada Serikat pekerja dalam kaitannya dengan pembinaan anggota serta pemahaman terhadap kebijakan perusahaan dan atau hasil kesepakatan bersama antara perusahaan dan Serikat pekerjat

C. TATA CARA PEMBENTUKAN LKS BIPARTIT

LKS Bipartit dibentuk oleh unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh. LKS Bipartit dapat dibentuk di setiap cabang perusahaan.

Penentuan Anggota LKS Bipartit dari unsur pekerja/buruh sebagai berikut :
1. Jika dalam di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan semua pekerja/buruh menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh tersebut, maka secara otomatis pengurus serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit;
2. Jika di perusahaan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, maka yang mewakili pekerja/buruh dalam LKS Bipartit adalah pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis; Jika di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan seluruh pekerja/buruh menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka yang mewakili dalam LKS Bipartit adalah wakil masing-masing serikat pekerja/serikat buruh yang perwakilannya ditentukan secara proposional;

3. Jika di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan ada pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh tersebut menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit dan pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya yang dipilih secara demokratis;
4. Jika dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan ada pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka masing-masing serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit secara proposional dan pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya yang dipilih secara demokratis.


1. Pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh mengadakan musyawarah untuk membentuk, menunjuk, dan menetapkan anggota LKS Bipartit di perusahaan
2. Anggota LKS Bipartit menyepakati dan menetapkan susunan pengurus LKS Bipartit;
3. Pembentukan dan susunan pengurus LKS Bipartit dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil pekerja/buruh di perusahaan.

D. KEPENGURUSAN TIM LKS BIPARTIT
1. Kepengurusan LKS Bipartit ditetapkan dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh dengan komposisi 1:1 yang jumlahnya sesuai kebutuhan dengan ketentuan sekurang-kurangnya 6 (enam) orang
2. Susunan pengurus LKS Bipartit sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota.
3. Jabatan ketua LKS Bipartit dapat dijabat secara bergantian antara unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh.
4. Masa kerja kepengurusan LKS Bipartit 3 (tiga) tahun.
5. Pergantian kepengurusan LKS Bipartit sebelum berakhirnya masa jabatan dapat dilakukan atas usul dari unsur yang diwakilinya.

E. TATA KERJA LKS BIPARTIT
1. LKS Bipartit mengadakan pertemuan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan atau setiap kali dipandang perlu.
2. Materi pertemuan dapat berasal dari unsur pengusaha, unsur pekerja/buruh, atau dari pengurus LKS Bipartit.
3. LKS Bipartit menetapkan agenda pertemuan secara periodik.
4. Hubungan LKS Bipartit dengan lembaga lainnya di perusahaan bersifat koordinatif, konsultatif, dan komunikatif.

F. PELAPORAN LKS BIPARTIT
1. Pengurus LKS Bipartit melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan kepada pimpinan perusahaan.
2. Pimpinan perusahaan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
3. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi.

4. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali melaporkan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja



LKS Bipartit ≠ Bipartit
Sebagaimana dinyatakan diatas, LKS Bipartit tidak sama dengan Bipartit dan bukan pula untuk menggantikan tetapi untuk melengkapi Bipartit. Namun perlu juga diketahui perbedaan utama antara antara LKS Bipartit dengan Bipartit dengan perundingan bersama sebagai berikut

LKS Bipartit Bipartit
Pendekatan yang digunakan Umumnya sejalan antara masalah dan penyelesaian daripada menciptakan konfrontasi Umumnya sejalan dengan terciptanya konfrontasi
Tujuan Berfokus pada usaha untuk memperbesar “kue” ekonomi di perusahaan Biasanya berfokus pada pembagian “kue” ekonomi perusahaan
Proses Biasanya proaktif Biasanya reaktif
Hasil Berupa saran/rekomendasi Biasanya berupa perjanjian bersama (PB)

Dengan demikian suksesnya LKS Bipartit dalam mengembangkan kue ekonomi perusahaan berarti memperbesar distribusi pembagian kesejahteraan dalam Bipartit


Kunci Suksesnya LKS Bipartit

1. Para pihak menyadari pentingnya LKS Bipartit di tempat kerja
Apakah pembentukan kerjasama pekerja manajemen dlaksanakan secara sukarela atau wajib, untuk pekerja/buruh dan pengusaha merasakan suksesnya, mereka harus menyadari entingnya hubungan kerjasama pekerja manajemen adalah untuk :
a. meningkatkan perubahan untuk ketangguhan perusahaan,
b. meningkatkan kue ekonomi perusahaan dan
c. memiliki kue yang lebih besar untuk didistribusikan.

Diluar fakta bahwa kerjasama pekerja manajemen bisa meningkatkan ketangguhan perusahaan, kerjasama pekerja manajemen juga bertujuan untuk:
a. Mempromosikan partisipasi pekerja dalam proses pembuatan keputusan
b. Menciptakan iklim hubungan kerja yang lebih kondusif untuk meningkatkan produktifitas
c. Meningkatkan kualitas kehidupan kerja
d. Mencapai dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi

Dalam LKS bipartit pekerja/buruh dan pengusaha akan mendapatkan keuntungan sebagai berikut:

Pekerja Pengusaha
1. Kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan dan kebijakan
2. Menciptakan jalur komunikasi dengan pimpinan tertinggi
3. Cara untuk memberikan masukan pada penyelesaian permasalahan teknis dan rencana manajemen yang mempengaruhi pekerja di tempat kerja
4. Cara bagi pekerja untuk menyampaikan keluhan yang tidak bisa secara layak ditangani dalam prosedur penyampaian keluhan
5. Kesempatan untuk mendemonstrasikan bahwa serikat pekerja/buruh adalah organisasi yang bertanggung jawab dengan peranan yang konstruktif melebihi peran tradisional mereka dalam perundingan dan penyelesaian perselesihan
6. Kesempatan untuk membantu memperbesar kue ekonomi perusahaan dan karenanya bisa mendapatkan kesejahteraan yang lebih besar dalam perundingan bersama
7. Kesempatan untuk perbaikan diri dan pelatihan kepemimpinan dalam Pekerjaan 1. Forum untuk berbagi informasi
2. Kesempatan untuk melakukan diskusi yang lebih maju mengenai masalah dan rencana operasional
3. Cara untuk berhubungan dengan serikat pekerja/buruh
4. Kesempatan untuk mendemonstrasikan respon terhadap saran-saran konstruktf dan keluhan-keluhan yang valid dari pekerja untuk meningkatkan kondisi di tempat kerja
5. Cara untuk mendapatakn cadangan yang lebih besar mengenai pengetahuan dan kreatifitas dari pekerja
6. Jalur komunikasi dengan pekerja/buruh
7. Peningkatan SDM dalam efektivitas perusahaan

2. Saling berbagi informasi
suksesnya LKS Bipartit sangat bergantung pada keterbukaan antara para pihak melalui berbagi informasi. Kualitas kerjasama dan efektifitasnya sangat bergantung pada kualitas dan akuratnya informasi yang diberikan. Namun berbagi informasi kadangkala menjadi sulit karena:
a. sikap dari para pihak;
Kepercayaan didefiniskan sebagai “keyakinan dan ketergantungan pada kualitas yang baik, khususnya keadilan, kebenaran, penghormatan dan kemampuan.” Kepercayaan adalah atribut yang tidak bisa dipaksakan tapi harus dihasilkan. Saling percaya antara para pihak penting untuk sukses dan efisiensi dari hubungan kerjasama bipartit. “Percaya” atau “tidak percaya” biasanya adalah konsekuensi dari negosiasi individual maupun bersama. Ketika prosedur negosiasi yang lancar menghasilkan hasil yang memuaskan kepada pekerja, maka kemudian akan muncul tingkat kepercayaan yang tinggi dan kemampuan manajemen untuk mencapai kesepakatan. Ketika negosiasi tidak lancar dan sulit maka hasilnya adalah jalan buntu dan bahkan pemogokan dan tindakan yang keras dari pekerja, maka tingkat kepecayaan dari pekerja kepada manajemen sangatlah rendah. “Kepercayaan” juga menjadi faktor dalam menentukan isu-isu yang menjadi subyek dalam kerjasama bilateral. Sampai tingkat mana manajemen percaya untuk berbagi informasi dengan pekerja. Bernstein mengembangkan bagan yang dia sebut sebagai cakupan isuisu dimana kontrol (hubungan kerjasama) dapat dilaksanakan. Dimensinya tercakup dalam situasi kerja pekerja yang segera sampai fungsi-fungsi dalam organisasi dan tujuan utama serta kegiatan menetapkan tujuan.

b. Kurangnya ketrampilan
Perwakilan pekerja dan manajemen dalam berbagi informasi harus belajar keahlian diplomasi. Informasi, khususnya yang sifatnya sensitif harus disampaikan secara diplomatis sehingga tidak terkesan menyerang pihak lain. Contohnya dalam situasi dmana perlu ada resrtukturisasi dimana juga diperlukan adanya PHK terhadap beberapa pekerja maka hal tersebut harus disampaikan dengan sangat hati-hati. Mungkin juga benar bahwa tidak bijaksana untuk menginformasikan pihak lain bahwa “kita harus melakukan restrukturisasi untuk meningkatkan efisiensi dan kita harus mem-PHK sejumlah besar pekerja.” Cara yang lebih sesuai dan diplomatis dalam menyampaikan masalah ini adalah “kita harus mendiskusikan apakah kita harus melakukan restrukturisasi untuk meningkatkan efisiensi dan kita juga harus memikirkan apakah kita harus mem- PHK sejumlah pekerja dan pada keahlian apa.” Pernyataan pertama akan menimbulkan kesan pada pihak lain bahwa keputusan telah dibuat dan mereka hanya diminta untuk mencap setuju keputusan tersebut. Pernyataan kedua akan menunjukkan ketulusan manajemen dalam mencari kerjasama dengan pekerja bahkan ketika keputusan restrukturisasi telah dibuat. Waktu penyampaian informasi juga sangat penting. Jangan menyampaikan informasi yang kritikal terlalu cepat karena mungkin akan dilupakan atau terlambat sehingga menjadi tidak berguna bagi para pihak. Informasi harus diberikan pada waktu yang tepat dan pada saat dibutuhkan.


c. Kurangnya struktur yang sesuai.
Kurangnya struktur yang sesuai dimana pertukaran informasi berlangsung dan dimana kerjasama pekerja manajemen dapat dilanjutkan, ditingkatkan dan dilaksanakan dengan berhasil. Berbagai negara memiliki nama yang berbeda-beda untuk lembaga ini seperti Dewan Pekerja Manajemen, Komite Pekerja Manajemen, Kerjasama Pekerja Manajemen, dsb. Prosedur formal atau hukum dalam mendirikan LKS Bipartit umumnya didasarkan pada perjanjian antara perwakilan pekerja dan pengusaha sebaga berikut:
1. Pekerja dan pengusaha bebas untuk menentukan jumlah keanggotaan dalam LKS Bipartit akan tetapi minimal 6 orang dan harus memiliki perwakilan yang seimbang (Pasal 10)
2. Mereka harus menentukan melalui kesepakatan struktur pengurus LKS Bipartit (Pasal 8 ayat 2) yang harus terdiri dari ketua dan sekretaris (Pasal 11 ayat 1)
3. Ketua harus digilir antara perwakilan pekerja dan pengusaha (Pasal 11 ayat 2)
4. Pembentukan dan struktur pengurus LKS Bipartit harus dicatat dalam laporan resmi yang harus ditandatangani oleh pengusaha dan perwakilan serikat pekerja/buruh atau perwakilan pekerja/buruh di perusahaan (Pasal 8 ayat c)
5. Akhirnya, LKS Bipartit harus diberitahukan untuk dicatat pada pemerintah melalui pemberitahuan tertulis atas pembentukan LKS Bipartit (Pasal 9 ayat 1) Untuk masalah prosedural, peraturan mengatur dalam Pasal 14 Permenakertans No. Per.32/ sebagai berkut:
a. Pertemuan LKS Bipartit sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan atau setiap saat bila dianggap perlu;
b. Bahan-bahan pertemuan bisa diusulkan oleh pengusaha, pekerja/buruh atau dari pengurus LKS Bipartit;
c. Agenda pertemuan ditentukan dan didiskusikan dalam LKS Bipartit;
d. Hubungan dalam LKS Bipartit harus bersifat koordinatif, konsultatif, dan komunikatif.


3. Penghasilan ekonomi.
Pekerja harus merasakan pentingnya kontribusi mereka dan kerjasama bipartit sama-sama menguntungkan pengusaha dan pekerja. penghargaan yang diberikan sebaiknya:
a. Terpisah dari upah dasar;
b. Merupakan umpan balik keuangan berkala kepada pekerja dari surplus yang dihasilkan oleh mereka sendiri;
c. Harus bersifat bonus kemitraan; dan
d. Pendistribusiannya harus berasal dari penghasilan bersama.

Pembayaran ini bisa dari bagian bonus akhir tahun atau mungkin hasil yang lebih rutin/sering dari margin produktifitas yang dihitung setiap bulan. Dia juga menyarankan kualifikasi penting berikut ini:
a. pendapatan menjadi milik pekerja karena haknya;
b. pendapatan harus diberikan kepada semua anggota kelompok yang berpartisipasi, termasuk manajer;
c. pendapatan harus terpisah dari upah dasar;
d. Jika pendapatan diberikan secara rutin/sering, maka akan sangat berguna menginformasikan kepada Pekerja

4. Jaminan hak-hak individual
Untuk menjamin kualitas dan suksesnya kerjasama bipartit, orang yang menjadi peserta dalam hubungan bipartit harus dijamin hak-hak individualnya. Jaminan hak-hak individual ini akan memastikan adanya kepesertaan yang aktif dalam lembaga bipartit tanpa takut mendapatkan hukuman. Jaminan hak-hak individu adalah terkait dengan:
a. Kebebasan berbicara
Kebebasan berbicara” artinya hak untuk berbicara atau bertindak tanpa pembatasan, campur tangan, atau ketakutan. Hal ni berarti peserta dalam lembaga bipartit dapat berbicara secara bebas tanpa pembatasan apapun mengenai subyek atau topik yang diberikan kepada mereka. Namun hal ini bukan berarti ijin untuk mempermalukan orang atau peserta lain dalam lembaga bipartit. Juga bukan berarti bisa menggunakan kata-kata yang tidak sopan termasuk dalam perlindungan berbicara seperti “sialan”, “kurang ajar”, dll.
Definisi diatas dari kebebasan berbicara mempunyai tiga komponen, yaitu:

1. Hak untuk berbicara tanpa pembatasan sebelumnya;
Jaminan kebebasan berbicara, setiap peserta harus memiliki hak untuk berbcara tanpa pembatasan sebelumnya. Lembaga bipartit harus memastikan bahwa, sepanjang pembicaraan peserta terkait dengan topik yang didiskusikan, peserta tersebut harus bebas mengemukakan pemikirannya. Contohnya suatu perjanjian antara peserta bipartit bahwa hanya mereka yang setuju sengan suatu usulan dapat berbicara terlebih dahulu dan mereka yang tidak setuju bisa berbicara setelahnya.

2. Hak untuk berbicara tanpa campur tangan;
Hak untuk berbicara tanpa campur tangan dari peserta yang lain. Alasannya adalah peserta harus diberikan waktu untuk menjelaskan posisinya. Tapi jika seorang peserta menyampaikan pidato yang panjang yang memonopoli jalannya diskusi , peserta lain yang ingin berpartispasi berhak untuk memintanya menyampaikan pendapatnya secara langsung dan singkat. Biasanya ketua lembaga bipartit mempunyai hak untuk memberkan waktu bicara peserta, misalnya lima menit untuk setiap orang.

3. Hak untuk berbicara tanpa ketakutan atas hukuman.
Berbicara tanpa ketakutan Peserta dalam lembaga bipartit harus diijinkan untuk bebas berbicara untuk menyampaikan pemikirannya. Dia harus mendapatkan jaminan bahwa dia tidak akan dihukum hanya karena dia menyetujui atau menolak suatu usulan

b. Kebebasan berkumpul
Kebebasan berkumpul” berarti hak untuk bertemu atau berkumpul. Peserta harus diperbolehkan untuk bertemu atau dalam bentuk apapun dengan ketentuan tidak akan mencampuri urusan perusahaan. Contohnya perwakilan pekerja/buruh dalam lembaga bipartit dalam melakukan pertemuan terpisah atau diperbolehkan untuk bertemu dengan pekerja dan berkonsultasi dengan mereka mengenai subyek atau topik yang akan didiskusikan di lembaga bipartit

c. Petisi atas keberatan/keluhan
Petisi atas keberatan/keluhan berarti mengajukan banding atau permintaan kepada otoritas yang lebih tinggi untuk menyampaikan keberatan/keluhan. Peserta dalam lembaga bipartite harus dijamin haknya untuk menyampaikan petisi kepada otoritas yang lebih tinggi jika haknya sebagai peserta dilanggar. Contohnya ketika peserta secara sewenang-wenang dilarang untuk berpartispasi dalam diskusi atas suatu usualan karena dia tidak setuju dengan usulan tersebut, dia harus diberikan hak untuk meminta otoritas yang lebih tinggi memperbaiki keadaan tersebut.

d. Suara tertutup dalam pemilihan perwakilan pekerja/buruh
Hak ini terkait dengan pekerja baik sebelum lembaga bipartit atau ketika ada kebutuhan untuk mengganti perwakilan. Alasannya jelas, hanya dengan surat suara tertutup yang bisa secara sungguh-sungguh merefleksikan keinginan pekerja/buruh. Di Indonesia, hak-hak individu tersebut dijamin dalam UUD dan UU Ketenagakerjaan. Namun tetap penting untuk membuat perjanjian antara manajemen dengan perwakilan serikat pekerja atau pekerja mengenai hak-hak individual tersebut untuk menekankan kepada Pekerja dan perwakilannya bahwa mereka mendapatkan hak-hak tersebut.

5. Memenuhi ketentuan hukum mengenai pendaftaran
Di kebanyakan negara dimana lembaga kerjasama bipartit bersifat sukarela, pendaftaran atas lembaga tersebut kepada pemerintah tidak diperlukan lagi. Namun di Indonesia dimana pembentukan LKS Bipartit dalam situasi tertentu bersifat sukarela dan dalam situasi lain bersifat wajib, UU mewajibkan pendaftaran atas pembentukan lembaga tersebut kepada dinas pemerintah. Dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 106 mengatur bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan lima puluh (50) atau lebih harus membentuk lembaga kerjasama bipartit.

Dalam Permenakertrans No. Per.32/Men/XII/2008 tentang Tata cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lembaga Kerja Sama Bipartit.
1. LKS Bipartit yang baru dibentuk harus diberitahukan untuk dicatat pada dinas pemerintahan yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota dimana LKS Bipartit didirikan dalam waktu sekurang-kurangnya empat belas (14) hari kerja setelah pembentukannya.”
2. Untuk bisa dicatatkan pada dinas pemerintahan seperti disebutkan dalam ayat (1), pengurus LKS Bipartit menyerahkan, baik langsung maupun tidak langsung, pemberitahuan tertulis dengan melampirkan pembentukan LKS Bipartit dengan susunan pengurus, dan alamat perusahaan.”
3. Dalam waktu sekurang-kurangnya tujuh (7) hari setelah menerima pemberitahuan mengenai pembentukan LKS Bipartit , dinas pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan harus menerbitkan nomor bukti penerimaan pendaftaran.”

Masalah-masalah yang paling umum dalam pembahasan LKS Bipartit meliputi:
1. Pelaksanaan efektif kebijakan personalia
2. Peningkatan produktivitas
3. Strategi usaha
4. Penguatan jaminan kerja
5. Peningkatan mutu umur kerja
6. Program kesehatan dan keselamatan kerja
7. Pengenalan teknologi baru, otomatisasi dan permesinan
8. Program penghematan bebas friksi
9. Program kesejahteraan dan perikehidupan pekerja
10. Kegiatan olahraga, rekreasi dan kegiatan sosial